|
Prahara Kuota Sapi - Penangkapan Presiden Partai Keadilan Sejahtera oleh KPK membuktikan
bahwa tak satu orang pun bisa imun dari virus korupsi. Partai yang
menjadikan syariat Islam sebagai landasan itu selama ini mengklaim diri
sebagai partai bersih. Luthfi Hasan Ishaaq, sang presiden, seperti juga
banyak pemimpin PKS lainnya, adalah pendakwah yang rajin mengumandangkan
suara moral.
Tak salah jika Robert Klipgaard menulis: korupsi terjadi jika
seseorang memonopoli kekuasaan, punya kemerdekaan untuk bertindak namun
tanpa disertai pertanggungjawaban. Dengan formula ini, siapa pun bisa
menjadi koruptor: dari kiai hingga penyanyi, dari ustad hingga sekadar
pelawat. Apresiasi patut diberikan kepada KPK, yang menangkap Luthfi
menyusul operasi tangkap tangan terhadap Ahmad Fathanah, perantara suap
untuk Presiden PKS. Selain Ahmad, Komisi menangkap Juard Effendi dan
Arya Abdi Effendi, dua pemimpin PT Indoguna Utama--si pemberi suap.
Bersama Ahmad, turut disita uang Rp 1 miliar, "cicilan" pertama dari Rp
40 miliar yang dijanjikan perusahaan importir daging sapi itu.
Cerita prahara sapi ini sesungguhnya sudah mencuat dua tahun
yang lalu. Ketika itu majalah Tempo menulis tentang korupsi yang berawal
dari kebijakan pemerintah membatasi impor daging. Tujuan beleid itu
sebetulnya mulia: memberi kesempatan kepada peternak lokal menjadi tuan
rumah di negeri sendiri.
Tapi pembatasan itu justru menciptakan "peluang" rasuah--karena
para importir dengan segala cara memperebutkan kuota yang terbatas.
Patut disayangkan, Kementerian Pertanian, yang dipimpin Suswono, kader
PKS, tidak mengenakan aturan yang transparan. Para importir mengajukan
permintaan--dengan proposal yang memadai atau sekadar mengirim pesan
pendek--lalu Kementerian secara sepihak mengetukkan palu.
Yang terjadi adalah kongkalikong di bawah meja: para pedagang
membayar upeti agar mendapatkan jatah impor. Modus lain: importir
dadakan muncul, lalu menjual lisensi pengadaan daging kepada importir
sungguhan.
Uang panas yang beredar dari praktek ini mencapai ratusan miliar
rupiah--menghidupi birokrat, pejabat partai, dan roda organisasi. Mata
rantai korupsi itu harus diputus. Kementerian tak boleh menjadi sapi
perah partai politik. Presiden harus mengambil langkah tegas terhadap
menteri yang membiarkan kementeriannya menjadi kumpulan pencuri.
Pengawasan terhadap keuangan partai harus diperketat.
Cara-cara radikal patut pula dipertimbangkan. Di beberapa negara
Skandinavia, partai dilarang menerima sumbangan dari siapa pun.
Pembiayaan partai ditanggung pemerintah sesuai dengan jumlah kursi yang
diperoleh dalam pemilu. Sosialisasi partai di media massa--porsi
terbesar dari biaya kampanye--dijatah dengan adil sesuai dengan aturan.
Pemerintah dapat memaksa pemilik media, terutama televisi, memberikan
kaveling iklan buat partai.
Di Indonesia, karena anggaran yang terbatas, pemerintah mungkin
tak sanggup membiayai seluruh kebutuhan partai. Partai boleh jadi akan
menjadi lebih bersahaja, tapi itu lebih baik ketimbang kaya raya oleh
uang panas. Cara Skandinavia itu juga bisa dipakai untuk menyeleksi
anggota. Partai yang dilarang menerima sumbangan akan menyingkirkan
kader yang masuk politik hanya untuk mencari nafkah.
sumber : http://www.tempo.co/read/opiniKT/2013/02/01/3642/Prahara-Kuota-Sapi
WAJIB BACA!
Sebuah Penghasilan Online paling realistis dan anti SCAM, bukan bisnis online tapi kerja online. Kerja Online cuma dengan mengetik kode captcha, anda digaji dollar. Silahkan baca postingan kerja online ketik captcha klik disini